Welcome Benvenuto Assalamualaikum Bienvenue Selamat Datang hua-nyíng-gua-nglín Willkommen Bienvenido Sugeng-Rawuh hwangyong-hamnida Wilujeung-Sumping Welkom Velkommen Aloha Salamaik-Datang Sawasdee

Thursday, 28 March 2024

Fonem dan Artikulasi dalam Bahasa Indonesia




Bahasa Indonesia, seperti banyak bahasa lainnya, memiliki sistem fonem yang kompleks dan menarik. Salah satu aspek yang paling menonjol adalah penggunaan prefiks ‘meN-’, yang menunjukkan perubahan fonem berdasarkan konteksnya. Dalam kata-kata seperti ‘membantu’, ‘mendulang’, ‘menggunung’, ‘memakan’, dan ‘mengebor’, kita melihat bahwa bunyi nasal dalam prefiks ini sebenarnya terdiri atas satu fonem /n/. Namun, fonem ini mengalami perubahan sesuai dengan huruf konsonan pertama pada kata dasar yang mengikuti prefiks ‘meN-’ tersebut. Ini adalah contoh dari fenomena linguistik yang dikenal sebagai asimilasi, di mana suatu fonem berubah untuk lebih mirip dengan fonem yang berdekatan.

Dalam fonetik, titik artikulasi merujuk ke tempat di mana hambatan aliran udara terjadi dalam rongga mulut saat menghasilkan bunyi. Namun, bunyi vokal tidak memiliki titik artikulasi. Alasannya adalah bahwa ketika diproduksi, bunyi vokal tidak mengalami hambatan dari alat ucap. Ini berarti bahwa aliran udara dari paru-paru ke mulut tidak terhambat saat mengucapkan vokal. Namun, bunyi konsonan memiliki berbagai titik artikulasi yang dapat memengaruhi cara mereka diucapkan. Misalnya, bunyi /p/, seperti dalam kata "pulang", dihasilkan dengan menutup bibir bagian depan dengan kuat dan melepaskan udara berkekuatan saat bibir terbuka kembali. Bunyi /m/, yang juga merupakan konsonan, memiliki titik artikulasi di bibir bagian atas. 

Prinsip sonoritas juga berlaku dalam bahasa Indonesia. Prinsip ini adalah kecenderungan pola dalam pengaturan internal kluster konsonan, di mana konsonan yang paling tidak sonor (kurang berbunyi) berada paling jauh dari inti suku kata. Misalnya, dalam suku kata “str” dalam kata “struktur”, “s” adalah konsonan yang paling tidak sonor dan berada paling jauh dari inti suku kata (yaitu, vokal atau suara paling sonor), diikuti oleh “t”, dan “r” adalah yang paling sonor dan paling dekat dengan inti suku kata. 

Pada konsep gugus konsonan atau kluster, bahasa Indonesia memiliki gugus konsonan yang merupakan deretan dua konsonan atau lebih yang terletak pada satu suku kata yang sama. Contohnya adalah kata ‘strategi’, yang terdiri atas tiga suku kata: ‘stra-te-gi’. Pada suku kata pertama, terdapat gugus konsonan [str]. Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua kombinasi konsonan dapat dikatakan gugus konsonan jika tidak terdapat dalam suku kata yang sama. Misalnya kata mantap. Kombinasi konsonan [nt] tidak dapat dikatakan gugus konsonan karena kata tersebut terdiri atas suku kata ‘man’ dan ‘tap’. 

Secara keseluruhan, bahasa Indonesia menunjukkan berbagai fenomena fonetik dan fonologis yang menarik, yang mencerminkan kompleksitas dan kekayaan bahasa ini. 

 

 

Referensi

Velupillai, V. (2012, July 31). An Introduction to Linguistic Typology. https://doi.org/https://doi.org/10.1075/z.176

Share:

c'est moi

Member of

1minggu1cerita