Welcome Benvenuto Assalamualaikum Bienvenue Selamat Datang hua-nyíng-gua-nglín Willkommen Bienvenido Sugeng-Rawuh hwangyong-hamnida Wilujeung-Sumping Welkom Velkommen Aloha Salamaik-Datang Sawasdee

Monday, 20 January 2025

Last Minute Goals are Always Fascinating!


Sudah lama rasanya tidak menulis tentang Sepakbola dan pekan ini Liga Premier Inggris sudah memasuki pekan ke-22. Sebagai pendukung Liverpool sejak zaman old, hasil matchday 22 ini terasa cukup melegakan sekaligus menyenangkan. Kenapa?

Hasil dari Liverpool sendiri di pekan ke-22 ini. Liverpool menang secara dramatis di kandang Brentford, Gtech Community Stadium. Setelah bermain selama 90 menit, Liverpool belum berhasil membobol gawang Brentford yang dijaga oleh kiper asal Belanda, Mark Flekken, meski melepaskan 35 tembakan ke gawang. Di saat perpanjangan waktu, akhirnya Drawin Nunez berhasil menyarangkan bola ke gawang hasil umpan dari Trent Alexander-Arnold. Gol ini disambut meriah oleh seluruh pendukung Liverpool. Nunez kembali berhasil mencatatkan namanya di papan skor lewat sebuah serangan balik cepat dan menutup pertandingan menjadi 2-0 untuk keunggulan tim tamu. Kemenangan ini tentu disambut meriah oleh para pendukung karena tahun 2025 ini Liverpool masih belum meraih kemengan. Di Liga Premier, hasilnya adalah dua kali imbang, termasuk ketika menghadapi Manchester United di Anfield. Memang, kemenangan di menit akhir selalu memberikan rasa kebahagiaan berlebih. Siapa pun lawannya. What a match.

Hasil positif Liverpool ini terasa lebih manis karena pada pertandingan selanjutnya, pesaing terdekat Liverpool, Arsenal, gagal mengalahkan tamunya, Aston Villa, meski sempat unggul 2 gol terlebih dahulu. hasil ini membuat jarak keduanya kembali menjadi enam poin dengan Liverpool masih menyimpan satu pertandingan lebih. Situasi seperti ini tentunya membuat pendukung Liverpool kembali optimis karena di beberapa forum, pendukung Liverpool tampak mulai turun kepercayaandirinya melihat hasil di awal 2025 ini. Trauma masa lalu begitu kuat terlihat. Fakta sejarah memang menunjukkan bahwa Liverpool hanya berhasil sekali, dari tujuh kesempatan, keluar sebagai kampiun setelah memimpin di paruh musim. Melihat sisa pertandingan musim ini, memang cukup mendebarkan. Liverpool masih harus tandang ke Etihad Stadium, Stamford Bridge, dan juga Villa park. Sementara itu, partai mengahdapi Arsenal di Anfield tentu juga tidak akan mudah.

Selain itu, melihat hasil beberapa pekan belakangan, sepertinya Manchester City juga sudah kembali on the track. Kemenangan beruntun skuad asuhan Pep Guardiola akhir-akhir ini sudah menempatkan mereka di posisi ke-4 di klasemen sementara. Berdasarkan pengalaman, City memang selalu ngebut di paruh kedua kompetisi. Tak jarang mereka menang beruntun, kemudian merapatkan jarak poin dengan pimpinan klasemen, dan menikung di pekan-pekan akhir liga. Hal ini mesti diwaspadai oleh Liverpool. Mumpung jarak poin dengan City cukup jauh, Liverpool tidak boleh kendor apalagi melawan tim-tim yang secara statistik bisa mereka kalahkan dengan mudah. Beberapa tim sudah mengetahui cara menghadapi Liverpool. Mereka seringkali membiarkan Liverpool menguasai boleh lalu menumpuk pemainnya di daerah sendiri atau terkenal dengan pendekatan low block. Liverpool sudah harus punya cara menghadapi tim dengan taktik seperti ini. Ketika menghadapi Nottingham Forest musim ini, Liverpool sangat kesulitan meskipun menguasai jalannya pertandingan. Beruntung hal tersebut tidak terjadi ketika menghadapi Brentford.

Hal lain yang membuat pendukung Liverpool sumringah pada pekan ini adalah kekalahan Manchester United atas Brighton Hove & Albion. Bagaimanapun, MU adalah musuh abadi The Reds, sehingga hasil yang mereka peroleh juga sedikit banyaknya memengaruhi mood pendukung Liverpool. Bajkan di beberapa forum ada harapan begini, "Alangkah indahnya jika musim ini Liverpool juara liga dan MU terdegradasi ke Championship Division." Hahahaha. Sungguh harapan di luar nalar. Namun jika itu terjadi, sungguh sesuatu yang membahagiakan. Memang, di dunia sepak bola ini, ada dua hal yang membuat kita bahagia. Pertama, tim kita menang, dan kedua, rival abadi kita kalah.

Kemenangan pertama Liverpool di tahun 2025 ini memang begitu diharapkan sekaligus menjaga asa untuk menjuarai semua kompetisi yang diikuti, terutama Liga Premier. Liverpool memang masih memiliki peluang di semua kompetisi. Di Liga Inggris, di pekan ke-22 ini, masih bertenger di puncak klasemen. Di Piala Liga, mereka sudah berada di Semi Final, meski kalah di leg pertama melawan Spurs. Namun, masih ada leg ke-2 awal Februari nanti yang mana pertandingan tersebut akan diselenggarakan di Anfield. Di Piala FA pun mereka masih bertahan, dan akan menghadapi tim dari kasta lebih rendah, Plymouth Argyle FC, pada putaran keempat Februari nanti. Di Eropa pun begitu. Liverpool masih nyaman di posisi pertama dan sudah dipastikan lolos ke putaran gugur. Peluang Liverpool untuk menggondol juara di semua ajang tersebut sangatlah besar.

Namun, Liverpool sendiri mesti berhati-hati. Berlarut-larutnya kejelasan kontrak Mo Salah, Trent Alexander-Arnold, dan Virgil van Dijk tentu bisa mengganggu. Ketiga pemain kunci tersebut memang belum melakukan perpanjangan kontrak. Alih-alih, rumor yang beredar malah santer menyebutkan mereka akan berlabuh di klub lain musim depan. Meskipun belum ada perjanjian pra-kontrak, Trent Alexander-Arnold dikabarkan sudah dekat dengan Real Madrid. Mo Salah pun gencar diisukan akan pindah ke Liga Arab Saudi. Hal-hal non-teknis seperti ini seharusnya tidak boleh mengganggu langkah Liverpool di berbagai kompetisi yang mereka ikuti, terutama Liga Premier.

Sebagai fans, saya tidak ada masalah jika kehilangan ketiganya sekaligus musim depan. Liverpool adalah klub besar yang tidak bergantung pada satu-dua pemain. Liverpool harus bisa bermain dengan siapa saja. Lagi pula, kehilangan pemain bintang seperti ini bukanlah hal pertama. Dulu Liverpool pernah ditinggal McManaman secara gratis ke Real Madrid. Kemudian Robbie Fowler juga meninggalkan klub di 2002 lalu. Ada Michael Owen, Philippe Coutinho, Fernando Torres, Luis Suarez, dan banyak lagi. Namun Liverpool tetaplah Liverpool. Badge di dada lebih "besar" dibandingkan dengan nama di punggung. Pemain besar keluar masuk, namun Liverpool tetap di jalurnya sebagai salah satu klu besar yang ada saat ini. Jadi, jika ketiganya tidak lagi bermain musim depan di Liverpool, saya tetap yakin Liverpool akan mendapatkan penggantinya, dan akan tetap menjadi tim yang akan bersaing menjadi juara di kompetisi apa pun yang mereka ikuti.

Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kepintaran pelatih. Ya, Arne Slot yang baru bergabung di musim ini membuat semua pendukung Liverpool terkjut dan tidak menyangka hasilnya akan secepat ini. Slot datang menggantikan Jurgen Klopp yang telah 8 musim menangani Liverpool. Tentu ini merupakan sebuah beban yang sangat berat. Di era Klopplah Liverpool berhasil juara Liga Premier setelah 30 tahun. Klopp juga berhasil memenangkan semua piala yang mungkin diraih. Liga Champion, Super Cup, FA Cup, Carabao Cup, Club World Cup, dan Charity Shield. Memang sedikit disayangkan, ketika Liverpool gagal di Final UEFA Europa League musim 2015/2016 atau musim pertama Klopp bertugas. Kalau tidak, tentu hal tersebut akan melengkapi koleksi piala Liverpool di bawah Klopp. Jadi, tugas melanjutkan Klopp memang sangat berat bagi Slot. Terlebih, Liverpool sangat tidak aktif di jendela transfer musim panas lalu. Mereka hanya mendatangkan Federico Chiesa di menit-menit akhir. Itu pun kondisi Chiesa tidak terlalu prima. Namun, berkat strategi yang jitu dari Slot dengan memanfaatkan pemain yang ada dan merubah sistem bermain, membuat Liverpool menjadi hebat seperti sekarang.

Pada akhirnya, pendukung Liverpool sangat berharap tim kebanggaan mereka ini berhasil menjuarai kompetisi yang mereka ikuti, setidaknya Liga Premier. Jarak poin yang cukup jauh, masih menyimpan sisa laga di tangan, dan kondisi pesaing yang sedang angin-angin membuat kansnya begitu besar. Jika masih tidak juara liga musim ini, entah butuh berapa lama lagi atau kondisi seperti apalagi yang bisa membuat tim ini juara. Mudah-mudahan dengan segala kondisi saat ini, Liverpool berhasil juara, setidaknya di Liga Inggris. Semoga. YNWA.


Share:

Monday, 25 November 2024

Guru Hebat, Indonesia Kuat


 

Setiap tanggal 25 November, Indonesia memperingati Hari Guru, sebuah momentum penting untuk mengapresiasi peran serta dedikasi para pendidik yang menjadi tulang punggung pendidikan bangsa. Pada tahun ini, peringatan Hari Guru tidak hanya sekadar seremonial, tetapi juga menjadi kesempatan untuk merenungi berbagai tantangan yang dihadapi guru di Indonesia, khususnya isu pengangkatan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Isu pengangkatan guru P3K menjadi topik yang hangat di kalangan pendidik. Program ini sejatinya dirancang untuk memberikan kepastian hukum dan kesejahteraan bagi guru honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun tanpa status yang jelas. Namun, proses pengangkatan ini tidak luput dari berbagai kendala, seperti keterbatasan kuota, persyaratan yang ketat, dan proses seleksi yang kompetitif. Banyak guru yang merasa dihadapkan pada situasi yang serba salah—di satu sisi, mereka berharap pada stabilitas ekonomi dan pengakuan status kepegawaiannya, sementara di sisi lain, proses yang panjang dan melelahkan ini seringkali menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian.

Tantangan lain yang tak kalah berat adalah meningkatnya kasus di mana guru dikonfrontasi oleh tuntutan dan keluhan dari orang tua murid. Di era digital ini, setiap tindakan guru di kelas bisa dengan mudahnya menjadi viral di media sosial, seringkali tanpa konteks yang jelas atau kesempatan bagi guru untuk memberikan klarifikasi. Kasus-kasus seperti ini menempatkan guru dalam posisi yang serba salah: di satu sisi mereka harus menjaga profesionalitas dan kewajiban moral mereka sebagai pendidik, sementara di sisi lain mereka juga harus menghadapi tekanan sosial dan ekspektasi yang seringkali tidak realistis dari orang tua murid.

Peringatan Hari Guru seharusnya menjadi momen untuk merefleksikan apa yang bisa dilakukan lebih lanjut untuk mendukung guru di Indonesia. Hal ini termasuk menyediakan pelatihan yang memadai, kebijakan yang transparan tentang pengangkatan guru P3K, serta perlindungan hukum yang lebih kuat bagi guru yang sering kali terjebak dalam konflik kepentingan. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi guru untuk mengajar dengan tenang dan profesional tanpa harus khawatir akan menjadi sasaran kasus hukum atau konflik sosial yang tidak perlu.

Hari Guru adalah kesempatan untuk menghargai jasa dan pengorbanan para guru, tetapi juga saatnya untuk mengkritisi dan mengadvokasi perubahan yang mendukung para pendidik kita. Dengan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung dan adil, kita dapat memastikan bahwa guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan murid dapat menerima pendidikan berkualitas tinggi yang mereka butuhkan untuk sukses di masa depan. Dalam memperingati Hari Guru kali ini, mari kita ingat bahwa menghargai guru berarti lebih dari sekadar kata-kata; itu harus diikuti dengan tindakan nyata dan kebijakan yang mendukung kesejahteraan dan profesionalisme mereka setiap hari. Selamat Hari Guru Nasional, Guru Hebat, Indonesia Kuat.

Share:

Wednesday, 25 September 2024

Kekuatan Kata



Saat ini, dinamika politik di Indonesia sedang hangat-hangatnya. Hal ini dipicu oleh serangkaian agenda politik tanah air yang memang cukup padat. Setelah awal tahun ini berbagai media dipenuhi oleh isu pemilihan presiden (pilpres), sekarang isunya bergeser ke arah pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan berbagai isu turunan dari isu pilpres. Fenomena ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi dunia pemberitaan, terutama program-program yang bersifat talkshow di televisi. Berbagai macam talkshow muncul dengan berbagai topik pembahasan. Sebagian besar topik tersebut seputaran keluarga presiden Joko Widodo. Hal tersebut tentu sangat wajar karena berbagai macam kontroversi yang menyelimuti keluarga presiden akhir-akhir ini. Mulai dari isu politik dinasti, isu akun media sosial ‘fufufafa’, isu gratifikasi yang dituduhkan kepada anak bungsu dan menantu presiden, dan juga berbagai isu turut campur presiden dalam pilkada, atau lebih luas dikenal dengan istilah ‘cawe-cawe presiden’, terutama pilkada Daerah Khusus Jakarta.

Hal yang terakhir ini cukup menyita perhatian publik hingga beberapa program televisi dan siniar mengangkat tema ini. Salah satu program televisi yang mengangkat tema tersebut adalah program Rakyat Bersuara yang disiarkan oleh iNews TV, dengan tema ‘Banyak Drama Jelang Pilkada, Kenapa?’ yang disiarkan pada tanggal 4 September 2024 yang lalu. Dalam program yang dipandu oleh Aiman Wijaksono tersebut menghadirkan beberapa narasumber, di antaranya adalah relawan Anies, Geisz Chalifah; polisi PDIP, Chico Hakim; pengamat politik dan juga akademisi, Rocky Gerung, ketua umum Prabowo dan Jokowi Mania, Emanuel Ebenezer; juru bicara PKS, Ahmad Fahtul Bahri; dan ketua umum Solidaritas Merah Putih, Silfester Matutina.  Dalam durasi program sekitar dua jam tersebut, tentu yang menjadi perhatian adalah perdebatan antara Rocky Gerung dengan Silfester Matutina. 

Perdebatan tersebut berlangsung panas dan seru. Tentu hal ini sangat menarik apabila interaksi tersebut kita analisis dari sudut pandang linguistik, khususnya bagaimana strategi kesantunan (politeness strategy) dan juga efek perlokusi dari ujaran-ujaran mereka.  Dalam debat tersebut tentu terdapat berbagai macam strategi yang digunakan oleh keduanya. Bagaimana kata-kata dan frasa dipilih untuk menunjukkan posisi mereka baik secara politis maupun sosial. Selain itu, tentunya ujaran yang digunakan digunakan sedemikian rupa untuk memanipulasi, mendikte, memprovokasi, dan juga mengendalikan kekuasaan dalam komunikasi. Jika dihubungkan dengan teori semantik kognitif yang dikembangkan oleh John Saeed, tentu kita juga bisa menganalisis beberapa aspek seperti metafora dan metonimi yang digunakan.  Dalam hal ini, penggunaan bahasa selama debat ini juga bukan hanya mencerminkan realitas kognitif mereka, tetapi juga dapat mempengaruhi persepsi publik.

Setidaknya ada dua ungkapan yang menarik dari masing-masing Silfester Matutina dan Rocky Gerung dalam debat ini. Ungkapan Silfester “bujang lapuk” dan “pecundang” yang ditujukan kepada Rocky Gerung merupakan sebuah ujaran yang menyerang dan meremehkan status sosial Rocky Gerung. Dalam budaya Indonesia, status lajang dalam usia lanjut seringkali dinilai sesuatu yang negatif. Tentu hal ini dapat kita katakan bahwa Silfester menyerang ‘wajah positif’ Rocky Gerung sehingga ujaran ini berpotensi mengurangi nilai sosialnya di mata publik (Brown & Levinson, 1987). Pun begitu dengan kata ‘pecundang’ yang merupakan ungkapan untuk menyatakan seseorang yang gagal dalam mencapai sesuatu. Pelanggaran wajah positif dapat menyebabkan konflik dalam hubungan interpersonal. Ketika individu merasa bahwa citra positif mereka terancam, mereka mungkin merespons dengan defensif atau agresif, yang dapat memperburuk situasi (Tahira, 2024). 

Hal ini terlihat dari apa dilakukan oleh Rocky Gerung kemudian, yaitu dengan melakukan ‘serangan balik’ terhadap Silfester. Rocky sering kali menggunakan strategi kesantunan negatif dengan menggunakan pertanyaan retoris terhadap lawan bicaranya. Beberapa kali Rocky menanyakan sebuah konsep kepada Silfester dan Silfester seperti tidak bisa menjawabnya. Sehingga Rocky menyatakan “Ya bagaimana saya mau terangin kalau dia sedungu ini” dan “Kenapa youbodoh dengan prinsip itu.” Tentu, tindak tutur ini merupakan tindak tutur yang agresif dan menyerang. Kata ‘bodoh’ dan ‘dungu’ merupakan ungkapan yang menggambarkan bahwa Silfester tidak memiliki kemampuan intelektual dan kognitif untuk memahami apa yang disampaikan Rocky. Hal ini juga menyerang ‘wajah positif’ Silfester. Pelanggaran wajah positif dapat menyebabkan dampak emosional yang signifikan bagi individu yang terlibat. Rasa malu, frustrasi, atau kemarahan dapat muncul sebagai respons terhadap tindakan yang mengancam citra positif mereka (Martisa et al., 2021). Hal ini terlihat dengan betapa emosionalnya Silfester sehingga mengeluarkan kata-kata umpatan dan terlihat juga gerakan agresif seperti ingin menyerang Rocky Gerung secara fisik.

Sementara itu, dari segi semantik kognitif, frasa ‘bujang lapuk’ merupakan metafora konseptual yang umum, di mana kehidupan digambarkan sebagai sebuah perjalanan dengan tahap-tahap yang harus dilalui, seperti menikah. Ketika seseorang gagal mencapai titik tersebut dalam kurun waktu tertentu maka akan mendapat stigma negatif oleh Masyarakat (Saeed, 2016). Sementara itu, ungkapan Rocky Gerung jika ditelisik dari segi semantik kognitif dapat dimaknai bahwa Rocky merasa Silfester gagal dalam memahami konsep yang diajukan dan secara tidak langsung menggambarkan bahwa dia tidak kompeten. Kata ‘bodoh’ dan ‘dungu’ merupakan framing negatif yang memperkuat persepsi tersebut. 

Dari dinamika interaksi di atas, dapat kita lihat bahwa perdebatan yang terjadi tidak hanya karena perbedaan pandangan ideologis tetapi juga sudah menyerang ranah pribadi. Pelanggaran kesantunan yang digunakan oleh keduanya merupakan strategi defensif dalam menghadapi perdebatan argumentatif tersebut. Namun, hal ini tentu membuat debat menjadi kurang berkualitas karena menggeser isu substantif ke serangan pribadi. Sebagai sebuah tontonan, debat tersebut mungkin cukup menarik, akan tetapi sisi edukasinya menjadi hilang. Apalagi debat ini ditayangkan secara langsung di kanal publik dan di waktu siar utama.  

 


 

Referensi

Brown, P., & Levinson, S. C. (1987). Politeness: Some universals in language usage. Cambridge University Press.

Martisa, E., Asraf, A., & Aso, L. (2021). Politeness Strategies Performed in Piers Morgan and Donald Trump Interview. Seshiski Southeast Journal of Language and Literary Studies, 1(1), 23-33. https://doi.org/10.53922/seshiski.v1i1.12

Saeed, J. I. (2016). Semantics (4th ed.). Wiley-Blackwell.

Tahira, M. (2024). Exploring On-Record & Off-Record Strategies in Pragmatics of Sialkot Society. Journal of Social Sciences Development, 3(2), 183-196. https://doi.org/10.53664/jssd/03-02-2024-15-183-196

 

Share:

Wednesday, 21 August 2024

Pendekatan terhadap Teks Forensik dalam Studi Linguistik




 

Forensik linguistik adalah cabang ilmu yang mengaplikasikan pengetahuan linguistik dalam konteks hukum. Salah satu fokus utama dalam bidang ini adalah analisis interaksi antara pengacara dan saksi di ruang sidang. Transkrip persidangan dapat memberikan wawasan tentang dinamika kekuasaan, kontrol wacana, dan strategi komunikasi yang digunakan oleh para peserta.

Perbandingan Antara Teks Fiksi dan Nyata

Ada perbedaan yang signifikan antara interaksi fiksi dan nyata dalam konteks hukum. Misalnya, dalam serial komedi "Little Britain," karakter Vicky Pollard menunjukkan perilaku yang menentang norma-norma wacana hukum dengan tidak kooperatif dan mengabaikan otoritas pengacara. Ini sangat berbeda dengan kesaksian seorang teknisi ambulans dalam "The Hutton Inquiry," di mana saksi mengikuti aturan interaksi institusional dengan memberikan jawaban yang relevan, singkat, dan jelas.

Perbedaan ini memperlihatkan bagaimana seharusnya interaksi di ruang sidang dikendalikan oleh pengacara, dengan saksi diharapkan memberikan informasi yang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Namun, Vicky Pollard melanggar semua norma ini, yang menghasilkan efek komedi dalam konteks fiksi, namun sekaligus menekankan pentingnya konvensi wacana dalam situasi nyata.

Asimetri Kekuasaan dalam Wacana Hukum

Wacana hukum sering kali ditandai dengan ketidakseimbangan kekuasaan, di mana pengacara memiliki kontrol lebih besar atas jalannya interaksi. Hal ini terlihat dari bagaimana pengacara menentukan topik, panjang giliran bicara, dan bahkan bagaimana saksi harus merespons. Dalam situasi ini, saksi harus menavigasi antara kepatuhan terhadap aturan wacana dan menjaga otoritas pribadi mereka.

Saksi yang berprofesi sebagai teknisi ambulans, meskipun memiliki otoritas dalam bidangnya sendiri, tetap menunjukkan kepatuhan terhadap pengacara yang memandu kesaksiannya. Di sisi lain, Tony Blair, sebagai saksi dengan status tinggi, memiliki kebebasan lebih besar dalam mengatur tanggapannya, menunjukkan bagaimana status sosial dan profesional dapat mempengaruhi dinamika wacana di ruang sidang.

Prinsip Kooperatif dan Pelanggaran Maksim Grice

Dalam analisis wacana, Prinsip Kooperatif Grice sering digunakan untuk mengevaluasi seberapa jauh partisipan dalam percakapan mengikuti atau melanggar aturan-aturan dasar komunikasi. Karakter Vicky Pollard secara terang-terangan melanggar maksim-maksim ini, seperti relevansi dan kualitas, yang menyebabkan pengacara kehilangan kontrol atas interaksi.

Sebaliknya, dalam konteks nyata, saksi cenderung mematuhi maksim-maksim tersebut, memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan dan menjaga relevansi serta kejelasan dalam tanggapan mereka. Meskipun begitu, ada kalanya saksi dengan status tinggi seperti Tony Blair mungkin secara strategis melanggar maksim ini untuk mempertahankan otoritas atau menghindari pertanyaan yang mengancam.

Kesimpulan

Analisis perbandingan antara interaksi fiksi dan nyata ini menunjukkan kompleksitas wacana hukum dan pentingnya kepatuhan terhadap aturan interaksi dalam mencapai tujuan hukum. Meskipun humor dalam teks fiksi seperti "Little Britain" bisa menghibur dengan memparodikan norma-norma ini, interaksi nyata menunjukkan betapa pentingnya mematuhi konvensi wacana dalam mencapai keadilan dan kebenaran di ruang sidang.



Note:

Tulisan ini merupakan saduran dari Chapter I: Approaching a Forensic Text dalam buku An Introduction to Forensic Linguistics: Language in Evidence karya Malcom Coulthard dan Alison Johnson.


Share:

Tuesday, 18 June 2024

Analisis Tindak Tutur pada Salinan Berita Acara Pemeriksaan Polisi


Pendahuluan

Dalam proses penyidikan, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Polisi menjadi salah satu tahapan penting yang dilakukan oleh penyidik. Tahapan ini meliputi pemanggilan saksi, penyitaan barang bukti, gelar penetapan tersangka, hingga pelimpahan berkas perkara (Seto, 2024). BAP juga dapat menjadi alat bukti dalam persidangan, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan saksi-saksi yang telah diperiksa oleh penyidik (Tabah, 2021).

BAP adalah dokumen yang merekam pernyataan dan kesaksian individu, baik sebagai tersangka, saksi, maupun ahli yang terlibat dalam sebuah kasus (Kumparan, 2022). BAP memiliki peranan penting dalam menentukan kredibilitas individu yang terlibat dalam proses hukum ini. Bahasa yang digunakan dalam BAP harus akurat untuk memastikan validitas dan keandalan informasi yang disajikan.

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis tindak tutur dalam BAP Ahli Bahasa terkait, kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dalam salinan BAP Polisi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi ini dijelaskan bahwa Polisi meminta keterangan ahli di bidang bahasa dan sastra Indonesia, dengan spesialisasi di bidang linguistik forensik.

Teori tindak tutur digunakan karena memungkinkan untuk mengidentifikasi tuturan yang terkandung dalam BAP Ahli Bahasa terkait kasus korupsi tersebut, karena tindak tutur ini tidak hanya menyampaikan makna, tetapi juga melakukan sesuatu (Austin, 1962). Dalam kajian linguistik pragmatik, tindak tutur dibagi menjadi tiga komponen utama, yaitu lokusi (apa yang diucapkan), illokusi (maksud dari apa yang diucapkan), dan perlokusi (dampak yang diharapkan dari apa yang diucapkan) (Barus & Ludji, 2022).

Searle (1969) memperluas teori tindak tutur yang dikembangkan oleh Austin dengan mengklasifikasikan tindak ilokusi menjadi lima kategori. Klasifikasi ini mencakup directives (perintah), expressives (ungkapan perasaan), representatives (pernyataan fakta), commissives (janji), and declarations (pernyataan yang mengubah keadaan). Pengklasifikasian ini memberikan kontribusi penting dalam memperluas pemahaman tentang berbagai jenis tindak tutur yang dapat dilakukan melalui bahasa (Shopia et al., 2019).

Analisis Tindak Tutur Salinan BAP Polisi

Dalam salinan BAP kasus ini, terdapat dua tuturan yang menarik untuk dianalisis yang dituturkan oleh tersangka, yaitu 'Sudah ada belum? Saya butuh cepat dan sudah janji sama orang' dan 'Gara-gara kamu ini, karena gak kasih uang itu, saya jadi tidak bisa sekolah dan tidak bisa naik pangkat.'

Pertanyaan 'Sudah ada belum' lebih bersifat sebuah retoris. Tuturan ini dikategorikan sebuah tindak tutur direktif yang digunakan untuk memberikan instruksi, perintah, atau arahan kepada mitra tutur (Kamala & Rohmad, 2022). Dalam hal ini, maksud utama penutur bukan ingin menanyakan kepada mitra tutur apakah uang yang diminta sudah tersedia atau belum, melainkan untuk memaksa mitra tutur agar memberikan uang yang diminta.

Hal ini diperkuat oleh konteks situasi dan tuturan selanjutnya, yaitu 'Saya butuh cepat dan sudah janji sama orang'. Tuturan ini mengindikasikan bahwa penutur membutuhkan uang tersebut dengan segera, dan dia sudah berjanji kepada orang lain untuk memberikannya. Tuturan ini digunakan untuk mendesak dan memberikan tekanan agar mitra tutur memenuhi keinginannya. Tindak tutur direktif bekerja dengan cara mendorong pendengar melakukan tindakan tertentu sesuai dengan keinginan penutur (Saddhono & Kasim, 2016), dan konteks memegang peranan kunci dalam membentuk tindak tutur direktif tersebut (Sartika & Irawan, 2021). Ujaran "Sudah belum? Saya butuh cepat dan sudah janji sama orang" berpotensi memberikan dampak negatif kepada mitra tutur. Tekanan dan desakan yang terkandung dalam ujaran tersebut membuat mitra tutur merasa tertekan dan tidak nyaman.

Tuturan selanjutnya juga memperkuat bahwa adanya paksaan dan manipulasi oleh penutur kepada mitra tutur. Tuturan "Gara-gara kamu ini, karena gak kasih uang itu, saya jadi tidak bisa sekolah dan tidak bisa naik pangkat" dapat memanipulasi mitra tutur dengan rasa takut dan bersalah. Rasa bersalah dan tekanan yang ditanamkan oleh penutur dapat membuatnya merasa terbebani. Hal ini dapat mendorong mitra tutur untuk menuruti permintaan penutur, meskipun mungkin mitra tutur tidak ingin melakukannya, seperti yang disampaikan dalam BAP bahwa mitra tutur menyatakan ketidakberaniannya menolak permintaan tersebut. Selain itu, posisi penutur yang merupakan kepala Balai juga memiliki ‘kuasa’ yang besar sehingga menambah beban bagi mitra tutur.

Kesimpulan

Dalam kasus ini, penutur menggunakan rasa takut dan rasa bersalah untuk memanipulasi dan memaksa mitra tutur agar memenuhi keinginannya melalui tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku lawan bicara dengan menetapkan konsekuensi berdasarkan tindakan mereka (Beller, 2019). Selain itu tindak tutur direktif juga dapat berfungsi sebagai alat untuk memerintah, meminta, mengajak, dan menasihati (Ningsih & Muristyani, 2021).

Referensi

Austin, J. L. (1962). How to Do Things with Words. Oxford University Press.

Barus, A. M. B., & Ludji, I. (2022). Tinjauan Teori Tindak Tutur Terhadap Dampak Khotbah Radio Gereja Kristen Muria Indonesia Perjanjian-Nya, Kabanjahe Di Tengah Pandemi Covid-19. Integritas Jurnal Teologi. h^ps://doi.org/10.47628/ijt.v4i2.110

Beller, S. (2019). Condi7onal Promises and Threats – Cogni7on and Emo7on. h^ps://doi.org/10.4324/9781315782379-57

Kamala, S. A., & Rohmad, R. (2022). Tindak Tutur Direkef Dalam Surah Az-Zumar (Studi Analisis Pragmaes). Tsaqofiya Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Iain Ponorogo. h^ps://doi.org/10.21154/tsaqofiya.v4i2.97

Kumparan. (2022, November 4). Pengerean BAP dan Fungsinya dalam Peradilan Pidana. Kumparan. h^ps://kumparan.com/berita-terkini/pengerean-bap-dan-fungsinya-dalam- peradilan-pidana-1zBSVBDYjy2#

Ningsih, L. W., & Muristyani, S. (2021). Analisis Tindak Tutur Ilokusi Dalam Film Ada Cinta Di Sma Sutradara Patrick Effendy. Tabasa Jurnal Bahasa Sastra Indonesia Dan Pengajarannya. h^ps://doi.org/10.22515/tabasa.v2i2.3685

Saddhono, K., & Kasim, F. (2016). The Form and Funceon of Local Language in Direceve Speech Act at a University in Central Sulawesi. Lingua Cultura. h^ps://doi.org/10.21512/lc.v10i1.848

Sareka, D., & Irawan, A. (2021). Direceve Speech Acts of Harry Po^er, Ronald Weasley, and Hermione Granger in “Harry Po^er and the Philosophers Stone” Movie Script. English Language and Literature. h^ps://doi.org/10.24036/ell.v10i4.114995

Seto, B. (2024). PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (Studi Pada Kepolisian Resor Mandailing Natal). Jurnal Ilmiah Metadata. h^ps://doi.org/10.47652/metadata.v6i1.478

Shopia, K., Sabila, D., & Sulistyaningrum, S. D. (2019). Speech Acts Analysis of Dr. Peter Senge’s Interview in the Fowler Center’s Roberta Baskin About the Future of Educa7on. h^ps://doi.org/10.2991/icollite-18.2019.17

Tabah, M. J. (2021). Kekuatan Pembukean Berita Acara Pemeriksaan Saksi Sebagai Alat Buke Dalam Persidangan. Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia. h^ps://doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i2.2240

Share:

Sunday, 12 May 2024

Potensi Kekerasan Seksual di Sekolah: Analisis Sederhana dengan Linguistik Forensik




Pendidikan merupakan ruang aman bagi murid untuk belajar dan berkembang. Namun, dalam beberapa kasus, ruang aman ini ternoda oleh tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, salah satunya guru (Shuy, 2001). Hal ini merupakan ancaman serius terhadap perkembangan murid. Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan dapat berdampak traumatis bagi korbannya dan memiliki konsekuensi jangka panjang. Penting untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan yang tepat untuk melindungi murid dari bahaya kekerasan seksual (Stubbs, 2006). Linguistik forensik, sebagai cabang ilmu linguistik yang diterapkan pada penyelidikan hukum, menawarkan alat untuk menganalisis percakapan dan mengidentifikasi potensi pelanggaran seksual. Analisis ini dapat membantu penegak hukum dalam menyelidiki kasus-kasus kekerasan seksual dan memberikan bukti yang kuat di pengadilan.

Percakapan yang dianalisis dalam tulisan ini terjadi antara seorang guru dan murid perempuan. Murid datang ke ruang guru untuk mengkonfirmasi nomor kamarnya saat kegiatan study tour. Guru mengatakan, "Kamu di kamar itu." Namun, murid tersebut keberatan dan protes kepada sang guru, karena teman sekamarnya bukan teman sekelasnya. Dia menginginkan teman sekamarnya merupakan teman sekelasnya. Lalu dijawab oleh sang guru, "Ya udah atuh, kamu di kamar Bapak." Ucapan guru "Ya udah atuh, kamu di kamar Bapak" berpotensi menimbulkan permasalahan.

Ucapan guru "Ya udah atuh, kamu di kamar Bapak" dapat dianalisis menggunakan teori Speech Acts (Searle, 1969 dan Weigand, 2010). Dalam kerangka ini, ucapan tersebut diklasifikasikan sebagai directive, yakni tindakan tutur yang bertujuan untuk membuat pendengar melakukan sesuatu. Secara spesifik, ucapan guru berfungsi sebagai perintah yang menginstruksikan murid untuk tinggal di kamarnya. Inten atau niat di balik ucapan ini adalah mengatur pembagian kamar murid, namun konsekuensi yang ditimbulkan adalah murid merasa dipaksa dan tidak memiliki pilihan lain selain menuruti perintah guru. Hal ini dapat dilihat sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan dan rasa terancam bagi murid.

Lain halnya dengan analisis pragmatik yang mempertimbangkan konteks pembicaraan dan pengetahuan bersama antara penutur dan lawan bicara (Levinson, 1983). Dalam kasus ini, relevansi analisis pragmatik terletak pada posisi guru sebagai figur otoritas dan murid sebagai pihak yang rentan. Meskipun tuturan guru ini tidak mengandung unsur seksual, murid bisa menginterpretasikan tuturan ini sebagai ancaman atau rayuan karena ada perbedaan kekuasaan (Ehrlich, 2001).

Namun, jika kita menggunakan interpretasi positif, kita dapat mengatakan bahwa guru mungkin bermaksud membantu murid dengan menawarkan kamarnya sebagai solusi alternatif. Kemungkinan ini diperkuat jika guru memiliki hubungan yang baik dan suportif dengan murid tersebut. Tidak semua murid akan menginterpretasikan tuturan guru sebagai ancaman atau rayuan, tergantung pada konteks dan hubungan antara guru dan murid tersebut. Selain itu, penting untuk memperhatikan bahwa kekuasaan guru dalam konteks pendidikan seharusnya digunakan untuk mendukung dan membimbing murid, bukan untuk menimbulkan ketidaknyamanan.

Catatan:

  • Penting untuk diingat bahwa analisis ini hanya berdasarkan data yang tersedia dan tidak dapat dijadikan kesimpulan definitif. Investigasi menyeluruh dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan bukti yang ada diperlukan untuk memastikan kebenaran.
  • Tulisan ini hanya membahas aspek linguistik forensik dari kasus ini. Aspek-aspek lain, seperti psikologis, sosiologis, dan hukum, perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh tentang situasi tersebut.

Referensi

Brown, P., & Levinson, S.C. (1987). Politeness: Some universals in language usage. Cambridge University Press.

Ehrlich, S. (2001). Representing Rape: Language and Sexual Consent. Routledge.

Levinson, S. C. (1983). Pragmatics. Cambridge University Press.

Searle, J. R. (1969). Speech acts: An essay in the philosophy of language. Cambridge University Press.

Shuy, A. (2001). Linguistics and the law: Research and applications. Routledge.

Stubbs, M. (2006). Discourse analysis: New critical approaches. Routledge.

Weigand, E. (2010). Language as dialogue: From rules to principles. John Benjamins Publishing Company.

Share:

Thursday, 28 March 2024

Fonem dan Artikulasi dalam Bahasa Indonesia




Bahasa Indonesia, seperti banyak bahasa lainnya, memiliki sistem fonem yang kompleks dan menarik. Salah satu aspek yang paling menonjol adalah penggunaan prefiks ‘meN-’, yang menunjukkan perubahan fonem berdasarkan konteksnya. Dalam kata-kata seperti ‘membantu’, ‘mendulang’, ‘menggunung’, ‘memakan’, dan ‘mengebor’, kita melihat bahwa bunyi nasal dalam prefiks ini sebenarnya terdiri atas satu fonem /n/. Namun, fonem ini mengalami perubahan sesuai dengan huruf konsonan pertama pada kata dasar yang mengikuti prefiks ‘meN-’ tersebut. Ini adalah contoh dari fenomena linguistik yang dikenal sebagai asimilasi, di mana suatu fonem berubah untuk lebih mirip dengan fonem yang berdekatan.

Dalam fonetik, titik artikulasi merujuk ke tempat di mana hambatan aliran udara terjadi dalam rongga mulut saat menghasilkan bunyi. Namun, bunyi vokal tidak memiliki titik artikulasi. Alasannya adalah bahwa ketika diproduksi, bunyi vokal tidak mengalami hambatan dari alat ucap. Ini berarti bahwa aliran udara dari paru-paru ke mulut tidak terhambat saat mengucapkan vokal. Namun, bunyi konsonan memiliki berbagai titik artikulasi yang dapat memengaruhi cara mereka diucapkan. Misalnya, bunyi /p/, seperti dalam kata "pulang", dihasilkan dengan menutup bibir bagian depan dengan kuat dan melepaskan udara berkekuatan saat bibir terbuka kembali. Bunyi /m/, yang juga merupakan konsonan, memiliki titik artikulasi di bibir bagian atas. 

Prinsip sonoritas juga berlaku dalam bahasa Indonesia. Prinsip ini adalah kecenderungan pola dalam pengaturan internal kluster konsonan, di mana konsonan yang paling tidak sonor (kurang berbunyi) berada paling jauh dari inti suku kata. Misalnya, dalam suku kata “str” dalam kata “struktur”, “s” adalah konsonan yang paling tidak sonor dan berada paling jauh dari inti suku kata (yaitu, vokal atau suara paling sonor), diikuti oleh “t”, dan “r” adalah yang paling sonor dan paling dekat dengan inti suku kata. 

Pada konsep gugus konsonan atau kluster, bahasa Indonesia memiliki gugus konsonan yang merupakan deretan dua konsonan atau lebih yang terletak pada satu suku kata yang sama. Contohnya adalah kata ‘strategi’, yang terdiri atas tiga suku kata: ‘stra-te-gi’. Pada suku kata pertama, terdapat gugus konsonan [str]. Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua kombinasi konsonan dapat dikatakan gugus konsonan jika tidak terdapat dalam suku kata yang sama. Misalnya kata mantap. Kombinasi konsonan [nt] tidak dapat dikatakan gugus konsonan karena kata tersebut terdiri atas suku kata ‘man’ dan ‘tap’. 

Secara keseluruhan, bahasa Indonesia menunjukkan berbagai fenomena fonetik dan fonologis yang menarik, yang mencerminkan kompleksitas dan kekayaan bahasa ini. 

 

 

Referensi

Velupillai, V. (2012, July 31). An Introduction to Linguistic Typology. https://doi.org/https://doi.org/10.1075/z.176

Share:

c'est moi

Member of

1minggu1cerita