Duh...belum apa-apa, baru minggu pertama gabung,
topik dari mimin 1m1c dah berat gini. Budaya Konsumtif. Asa disepet euy.
Mau bahas apa ya... Baiklah... kita mulai saja curhatnya, daripada tidak
dimulai, maka tidak akan ada.
Saya termasuk orang yang konsumtif. Doyan
belanja. Suka barang bermerek. Pokoknya yang bagus-bagus. Hmm… Padahal secara finansial,
saya bukan berasal dari keluarga ekonomi kelas atas, sekarang pekerjaan juga
bukan dengan penghasilan wah, tapi entah ya. Saya sudah begini sejak saya
kuliah. Semua berawal dari kakak sepupu saya… *dongeng dimulai.
Dulu saya memakai barang-barang yang biasa saja.
Apa saja yang dibelikan orang tua, tanpa ada permintaan macam-macam. Suatu hari
ketika saya pulang kampung ke Pekanbaru sana, kaka sepupu saya melihat pakain
dalam saya, dan berkomentar “sempak apaan nih… gada bagus-bagusnya. Anak muda
harusnya pakai yang keren dong…” Bujubuneng,
GT Man saya yang legendaris itu dihina. Nah
bermula dari tragedi semvak itulah saya jadi doyan barang-barang yang sifatnya
lebih banyak yang saya inginkan dari pada butuhkan. Bahkan tak jarang
kejadiannya begini; saya sudah ngecengin suatu barang, trus ngumpulin uang,
trus pergi ke tempat jual. Lihat barang yang awalnya dikecengin, trus
disebelahnya ada barang yang lebih bagus dan lebih mahal, akhirnya malah beli
yang itu. Hadeuh. Ya untung istri saya orang paling baik sedunia dan akhirat.
Dia ga pernah protes tentang habit saya yang ini. Yang penting kebutuhan pokok
dan kewajiban saya semunya terpenuhi. Benar-benar istri yang baik. Mmmuah. Saat
itu benar-benar seperti, Aku belanja maka Aku ada.
Tapi, semua berubah sejak Negara Api menyerang…
Sudah dua tahun ini semua penghasilan saya harus
disimpan, hingga diakhir bulan ditarik oleh pihak Bank secara paksa. Yup,
cicilan rumah. Keaadaan ini membuat saya irit, dan meng-uninstall applikasi online
shop di hape. Awalnya cukup berat, namun itu semua bisa dilalui. Niatnya
kan membahagiakan keluarga. Kini hasrat belanja saya menurun drastis, dan
barang-barang yang dulu jarang dipake, sekarang jadi berfungsi kembali. Terima
kasih Negara Api…
Sebenarnya kalau bicara budaya konsumtifnya di
masyarakat kita, ini jelas terlihat. Apalagi kalau dah mau lebaran gini. Coba
lihat, pasar dan pusat perbelanjaan pasti lebih penuh dari pada Masjid. Yup,
itulah Endonesah... negeri tercinta. Sudah menjadi budaya bagi masyarakat kita
untuk memakai serba baru pas Idul Fitri. Baju baru, celana baru, kerudung baru,
sepatu baru, istri baru *oopss..
Bagi sebagian besar masyarakat kita, lebaran
identik dengan belanja. Maka ujaran yang sering kita denger, "duh...geus
tereh lebaran euy, can meuli baju anyar" (duh, sudah hampir lebaran,
belum beli baju baru), salahkah? tentu tidak. Namanya juga hari raya,
wajar saja dirayakan dengan sesuatu yang bagus. Yang menjadi permasalahan tentu
sesuatu yang berlebihan. Tak jarang kita masih punya baju yang bagus dan layak
dipakai, tapi karena ini hari raya, kok rasanya kurang afdol klu ga pakai yang
baru. Baju baru? celananya/roknya mesti yang baru dong... buat emak-emak,
kerudungnya harus juga yang matching dong... belum lagi sepatunya,
sandalnya... ah mesti matching! Belum lagi, ini baju lebaran hari pertama, ini baju lebaran hari kedua, ini baju lebaran buat tahun depan... Halah. Pokoknya banyak...
Selain hari raya, belanja juga identik sebagai obat penghilang bete. Duh, lagi bete, suntuk, pengen shopping. What? Ya kali ada korelasinya, dengan berbelanja, kita jadi hepi, mood jadi balik lagi. Tapi justru biasanya kondisi ini yang membuat kalap. Asal belanja, entah butuh atau engga, yang penting hepi. Sedap betul. -kayak lagunya Jamal Mirdad nih... (tua amat lu bro).
Namun budaya konsumtif ini kalau dilihat dari
sisi pedagang, tentu sangat menguntungkan. Sebagai anak Minang yang besar dari
hasil berdagang, budaya seperti ini patut dilestarikan, kalau tidak, dari mana
kami bisa makan? Hehehe.Selain itu, teman saya bilang, kita mesti berbagi. Kalau punya uang, ya dibelanjakanlah... Karena di dalam rezeki kita, terdapat hak orang lain. Apa sih.
Pesan terakhir, jadilah kaya, dan berbelanjalah.
PS. Dengan cara yang benar ya.