Sudah menjadi
tradisi bagi orang Indonesia untuk pulang kampung saat lebaran untuk
bersilaturrahim dengan keluarga di kampung halaman. Mudik, ya, biasa kita
menyebutnya begitu. Nah, lebaran tahun ini pun, saya dan keluarga juga mudik.
Ke Semarang dan Pati. Yup, saya mudik ke keluarga istri. Kebeulan ada acara
keluarag besar ayah mertua di Semarang.
Buat saya, ini
mudik kali kedua ke Jawa Tengah. Empat tahun yang lalu juga kami sekeluarga
juga pulang ke Semarang dan Pati, dengan tujuan yang sama: Acara Keluarga Besar
(alm) R. Hartosutarmo, kakeknya istri saya. Namun, yang menjadi perbedaan,
pulang tahun ini, kami adalah "tuan rumah" untuk acara keluarga besar
tersebut. Jadi, mau ga mau, ya harus pulang dengan segala persiapan dan
keribetannya.
Tapi... dibalik
keruwetan, tentu ada kesenangan, dan kesenangan yang paling gampang adalah
menyenangkan lambung. Apalagi saat lebaran ini. Hmmm....
"terbayang
sudah aku disana... turun ke warung, makan yang enak, mengisi perut
sampai kenyaaaang".
Hari pertama
mudik saya berada di Semarang. Menurut teman saya yang orang Semarang, nama
kota ini berasal dari kata Asem dan Arang; daerah yang ditumbuhi pohon asem
tapi tumbuhnya jarang (arang). Disini saya menikmati tahu gimbal, soto ayam,
dan es campur.
Tahu Gimbal khas Semarang |
Kuliner pertama
yang dicoba pas di Semarang adalah tahu gimbal. Ini makanan mirip-mirip kupat
tahu klu di Bandung. Ada tahu, pake bumbu kacang, kol, telor goreng, lalu yang
bikinnya Bob Marley... hehe. Tentu saja bukan. Gimbal disini maksudnya udang
digoreng pake tepung. Jadi mirip peyek udang. Nah, yang saya coba ini judule
Tahu Gimbal Pak Kris. Iseng coba nyari di gugel, eh ada. Mayan terkenal nih.
Untuk soto ayam yang ini, sama sama es campurnya di-skip aja ya. Agak
kurang seru. Biasa aja. Cerita soto masih berlanjut...
Balada Soto
Setelah di
Semarang, perjalanan lanjut ke Pati, Bumi Mina Tani. Duh, maaf, gak
sempat mampir ke rumah Pak Ganjar Pranowo ya. Kan Gak Kenal. 😜 Sebelum sampai di Pati, kami berhenti sejenak
di Kudus, Kota Kretek, untuk menikmati Soto Kudus. Soto Kudus langganan kami
adalah Soto Kudus Pak Sulichan (sila di-search ada juga di GMaps), namun
sayang hari itu warungnya tutup, jadi pindah deh ke warung sebelah. Oh ya,
lokasinya di pujasera depan alun-alun kota Kudus, itu loh, tempat makan yang
parkirnya susah. hehehe. Saya pesan Soto Kerbau. Yup, daging Kerbau a.k.a Kebo
atawa Munding. Hmm.. belum pernah coba, kata orang dagingnya "panas".
Istri saya pilih pindang ayang, sedangkan mertua makan pindang kerbau. Oh ya,
jangan salah dengan kata pindang ya, karena setiap daerah, pindang itu memiliki
makna yang berbeda. Nih, penampakannya:
Soto Kerbau |
Pindang Ayam |
Setelah dicoba, daging Kerbau ya sama saja rasanya dengan daging Sapi. Oya, selain makanan besar, ada add-onsnya juga berupa sate paru dan sate ati-ampela. Enaaaak.
Warungnya Pak Djumadi |
Perjalanan lanjut ke Pati, dan gak sempat mampir ke Menara Kudus. Sudah kemaleman. Sampe Pati, langsung menuju hotel. Loh, mudik kok ke hotel? itulah mudik versi keluarga saya. Ya karena gak punya rumah di Pati, dan memang tujuan ke Pati adalah nganter ibu mertua ke tanah kelahirannya. Di kabupaten penghasil Bandeng ini, saya menikmati berbagai makanan dan paling berkesan tentu saja Soto Kemiri. Soto lagi? Ya begitulah makanan khas Jawa Tengah arah Pantura; Soto.
Soto Kemiri |
Tapi soto yang ini agak unik, bukan karena isinya kemiri semua ya-nama Kemiri karena berasal dari Desa Kemiri. Yang unik adalah penyajiannya dan tentu rasanya. Nasi soto disajikan dalam mangkok, di tambah kecambah dan suwiran ayam, lalu kuah sotonya dituang ke mangkok, lalu kuahnya ditumpahkan lagi ke dalam dandangnya, lalu dimasukkan lagi ke dalam mangkok. Yup, bolak balik gitu. Mungkin itu yang bikin gurih. Hihihi.
Ayam dijual terpisah! |
Gak puas dengan suwiran ayam yang cuma ala kadarnya? Disini rider dari sotonya lebih wah. Ayam ungkep yang bisa dipilih bagiannya sesuka hati. Kepalanya aja, sayap aja, paha aja, punggung aja, ati ampela aja, dan dengan harga yang terjangkau. Ayamnya, ayam kampung muda. Uenak e polll. Joss Gandos! Yang kita nikmati adalah Soto Ayam Kemiri Pak Djumadi, kata Ibu mertua, ini paling enak di Pati. Tapi gak nemu di GMaps... 😁
Selain Soto
Kemiri yang jadi menu tiap malam, di Pati juga ada Nasi Gandul, dan juga Kelo
Mrico. Sayang kita tidak sempat mencicipi Nasi Gandul karena kita sarapan di
Hotel. Eh sarapan di hotel disuguhi soto ayam dan nasi gondul. Lupa. Nah, kalau
si Kelo Mrico, yang sebenarnya khas Rembang yang sempat menjadi korban di siang
hari oleh kami sekeluarga, eh sama saya dan istri aja, karena yang lain pesen
Mangut Kepala Manyung. Kelo Mrico, dari namanya tau dong ini masakan dengan
rempah merica, dan rasanya pedes, nyereng, tapi segar sih, ditambah lezatnya
daging ikan Manyung.
Kelo Mrico dengan Ikan Manyung |
Ikan Manyung ikan
apaan ya? kalau hasil gugel, ini ikan sama dengan ikan Jambal Roti. Selesai
berkunjung ke rumah sanak famili di Pati, kami pulang menuju Bandung. Tentu
saja dengan oleh-oleh aneka makanan keluaran Dua Kelinci. Yup, raksasa
perkacangan di negeri ini berasal dari Pati loh, dan saingannya, si Ini
Kacangku! juga dari Pati! Wah... Pati hebat *carimukadepanmertua. Di Dua
Kelinci, tersedia arena mainan buat anak-anak dan juga tempat istirahat buat
para pemudik, karena memang Pati dilalui oleh para pemudik arah Jawa Timur.
Berikut momen keluarga di Dua Kelinci.
Funtime di Dua Kelinci |
Sambil pulang, kami tidak lupa beli jambu air khas Demak. Cuma kali ini agak mengecewakan. Selain harganya mahal dari biasanya, rasanya kurang manis. Selanjutnya, biasanya kami makan pagi di Semarang, tepatnya di Soto Bangkong. Yup, soto lagi. Namun kali ini, disekip karena masih kenyang--padahal saya pengen. Tapi saya ceritain aja ya, soto Bangkongnya, karena seminggu sebelum lebaran, saya Dinas di Semarang. Soto Bangkong sih sama aja kayak soto lainnya. Isiannya juga bukan Bangkong atau Kodok. Ngeri amat. Sotonya diberi nama soto Bangkong karena pertama buka di Semarang di jalan Bangkong, sotonya sih soto ayam juga. Yang bikin enak adalah kawan makannya: ada sate kerang, sate telur puyuh, sate ati ampela, sate paru, tempe goreng dll. Banyak ya. Dan disanalah serunya, makan sotonya semangkok tapi kawan-kawannya banyak. Cuma dibanding soto Kudus dan soto Kemiri, soto Bangkong ini agak lebih mahal, ya karena di kota kali ya.
Soto Bangkong |
Lanjut ke perjalanan pulang ya, karena masih ada satu tempat kuliner yang saya dan keluarga singgahi. Oh ya, sebelum meninggalkan kota Semarang, tentu saja kami mampir di Jalan Pandanaran. Itu loh, nama jalan di kota Semarang, tempat beli oleh-oleh tapi parkirnya susah. Nyaris gak bisa parkir sama sekali. Semrawut! Buat Pak Walikota, klu iya itu dijadikan pusat oleh-oleh khas Semarang, sediakan lahan parkir dong.
Kepiting Comal
Kuliner mudik kali ini ditutup dengan makan kepiting di Comal, Kab. Pemalang. Jadi ceritanya, istri saya pengen makan di tempat ini sejak dia masih gadis, tapi setiap lewat, gak bisa mampir kesana. Dan akhirnya, setelah 20 tahun menanti, istri saya bisa mencicipi kepiting di rumah makan spesialis kepiting ini, yang iklannya ada di sepanjang jalan sejak masih dari Pekalongan. Tau kan khasnya iklan Rumah Makan sepanjang pantura? Yup, contohnya: 30 Km lagi rumah makan Piring Seribu, 10 Km lagi rumah makan Piring Seribu. Kalau sudah lewat, iklannya masih ada trus kita disuruh putar arah! Di rumah makan spesialis kepiting ini, kami pesen Kepiting soka saos Padang. Dan setelah dicoba... Hmmm... Recommended ga ya?? Hehe... Entahlah. Selera orang beda-beda.
Kepting Soka saos Padang |
5 Comments:
Tambah gapuak biko 😀
Bah. Mudiknya makan teros pa
@ni Deves, alah gapuak juo.. tu baa lai.. iko nan dapek di awak
@Ica, Masih kurang soto Betawi Ca.
Nanti lagi makan sate aja, ya. Kepiting sudah cukup, haha.
Pengen duren di Batang.
Post a Comment